Jakarta (Timenews.id) -- Perilaku oknum aparat merupakan sumber dari masalah berbagai kasus perampasan dan penyerobotan tanah yang banyak terjadi di wilayah Pondok Aren, Tangerang Selatan. Kapolri dan Menteri Agraria/Kepala BPN diminta menindak para oknum tersebut.
Tokoh pemuda Tangerang Selatan Poly Betaubun Key mencontohkan kasus dugaan penyerobotan tanah seluas 11.200 m2 di Kelurahan Pondok Jaya, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, yang saat ini dikuasai oleh PT Bintaro Jaya.
“Saya diberi kuasa penuh oleh ahli waris untuk menyelesaikan persoalan ini,” kata Poly kepada wartawan, Senin (9/8/2018).
Diceritakannya, pada tahun 2010 ahli waris, Yatmi, sudah berusaha untuk mengurus surat-surat sah kepemilikan tanah tersebut ke pemerintah desa.
“Saat itu ahli waris juga ingin membayar pajak tanah tersebut, tapi selalu dipersulit, bahkan terkesan ditolak oleh aparat pemerintah desa setempat. Perilaku aparat ini sempat membuat ahli waris putus asa,” ungkapnya.
Padahal, tegas Poly, ahli waris sudah dinyatakan sebagai pemilik sah dari tanah tersebut. Hal ini dipertegas dengan putusan Pengadilan Agama Tangerang Selatan tentang Penetapan Ahli Waris Nomor 233/Pdt.P/2010/PA.Tgrs.
“Diperkuat dengan surat keterangan dari Kelurahan Pondok Jaya Nomor 973/115 - Pem tanggal 14 Mei 2018 tentang Surat Pemberitahuan Letter C Nomor 428,” ucap Poly.
“Diperkuat lagi dengan surat dasar peralihan dari Kecamatan Ciledug Nomor 593/89 - PPAT/2018,” tambahnya.
Karena sikap aparat desa terkait yang tidak berpihak pada kebenaran, ahli waris berinisiatif melaporkan kasus ini ke Presiden Joko Widodo.
“Kami datang langsung ke kantor Kementerian Sekretarit Negara hari Senin (2/7) untuk mengantar surat pengaduan terkait permasalahan ini,” imbuh Poly.
Tak hanya kepada Presiden Jokowi saja, ahli waris juga menyerahkan surat aduan yang sama ke Menko Polhukam, Menteri Agraria/Kepala BPN, Wali Kota Tangsel, dan Kepala BPN Tangsel.
“Juga, Camat Pondok Aren, Camat Ciledug, dan Lurah Pondok Jaya,” kata Poly sambil menunjukkan foto copian surat tersebut.
Diceritakannya, untuk Walik Kota Tangsel sudah merespon laporan ini dengan mendisposisikan kepada Kabag Hukum Kota Tangsel. “Mensesneg juga sudah merespon dengan meminta kami untuk kembali lagi tanggal 12 Juli,” paparnya.
Tegas Poly, dia berharap kepada Presiden Jokowi untuk merintahkan kepada Menteri Agraria/Kepala BPN Sofyan Djalil untuk menyelesaikan persoalan ini secepatnya. Diingatkannya, Sofyan Djalil pernah meneken MoU bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk memberantas praktik mafia tanah.
Ia juga meminta kepada Komisi II DPR RI untuk memantau kasus ini hingga selesai. Menurutnya, seharusnya pemerintah tidak hanya melegalisasi lahan-lahan yang berpotensi menimbulkan masalah, tapi lebih dulu menyelesaikan persoalan tanah yang sudah ada atau bersengketa.
“Sebelum melegalisasi lahan-lahan yang berpotensi bersengketa, sebaiknya pemerintah menyelesaikan kasus-kasus tanah yang sedang bermasalah. Jangan membiarkan persoalan yang sudah ada dan berlarut-larut,” ucapnya.
Tanpa maksud mengancam, kata Poly lagi, jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut dan tidak ada penyelesaian, ahli waris didukung oleh masyarakat yang jumlahnya sekitar 1.000 orang akan melakukan penyegelan terhadap tanah yang diduga dirampas oleh PT Bintaro Jaya.
“Ini tidak mengancam, tapi akan kita lakukan jika tidak ada keberpihakan dari pemerintah,” pungkas Poly.[Rilis/Herwn]
Tokoh pemuda Tangerang Selatan Poly Betaubun Key mencontohkan kasus dugaan penyerobotan tanah seluas 11.200 m2 di Kelurahan Pondok Jaya, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, yang saat ini dikuasai oleh PT Bintaro Jaya.
“Saya diberi kuasa penuh oleh ahli waris untuk menyelesaikan persoalan ini,” kata Poly kepada wartawan, Senin (9/8/2018).
Diceritakannya, pada tahun 2010 ahli waris, Yatmi, sudah berusaha untuk mengurus surat-surat sah kepemilikan tanah tersebut ke pemerintah desa.
“Saat itu ahli waris juga ingin membayar pajak tanah tersebut, tapi selalu dipersulit, bahkan terkesan ditolak oleh aparat pemerintah desa setempat. Perilaku aparat ini sempat membuat ahli waris putus asa,” ungkapnya.
Padahal, tegas Poly, ahli waris sudah dinyatakan sebagai pemilik sah dari tanah tersebut. Hal ini dipertegas dengan putusan Pengadilan Agama Tangerang Selatan tentang Penetapan Ahli Waris Nomor 233/Pdt.P/2010/PA.Tgrs.
“Diperkuat dengan surat keterangan dari Kelurahan Pondok Jaya Nomor 973/115 - Pem tanggal 14 Mei 2018 tentang Surat Pemberitahuan Letter C Nomor 428,” ucap Poly.
“Diperkuat lagi dengan surat dasar peralihan dari Kecamatan Ciledug Nomor 593/89 - PPAT/2018,” tambahnya.
Karena sikap aparat desa terkait yang tidak berpihak pada kebenaran, ahli waris berinisiatif melaporkan kasus ini ke Presiden Joko Widodo.
“Kami datang langsung ke kantor Kementerian Sekretarit Negara hari Senin (2/7) untuk mengantar surat pengaduan terkait permasalahan ini,” imbuh Poly.
Tak hanya kepada Presiden Jokowi saja, ahli waris juga menyerahkan surat aduan yang sama ke Menko Polhukam, Menteri Agraria/Kepala BPN, Wali Kota Tangsel, dan Kepala BPN Tangsel.
“Juga, Camat Pondok Aren, Camat Ciledug, dan Lurah Pondok Jaya,” kata Poly sambil menunjukkan foto copian surat tersebut.
Diceritakannya, untuk Walik Kota Tangsel sudah merespon laporan ini dengan mendisposisikan kepada Kabag Hukum Kota Tangsel. “Mensesneg juga sudah merespon dengan meminta kami untuk kembali lagi tanggal 12 Juli,” paparnya.
Tegas Poly, dia berharap kepada Presiden Jokowi untuk merintahkan kepada Menteri Agraria/Kepala BPN Sofyan Djalil untuk menyelesaikan persoalan ini secepatnya. Diingatkannya, Sofyan Djalil pernah meneken MoU bersama Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk memberantas praktik mafia tanah.
Ia juga meminta kepada Komisi II DPR RI untuk memantau kasus ini hingga selesai. Menurutnya, seharusnya pemerintah tidak hanya melegalisasi lahan-lahan yang berpotensi menimbulkan masalah, tapi lebih dulu menyelesaikan persoalan tanah yang sudah ada atau bersengketa.
“Sebelum melegalisasi lahan-lahan yang berpotensi bersengketa, sebaiknya pemerintah menyelesaikan kasus-kasus tanah yang sedang bermasalah. Jangan membiarkan persoalan yang sudah ada dan berlarut-larut,” ucapnya.
Tanpa maksud mengancam, kata Poly lagi, jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut dan tidak ada penyelesaian, ahli waris didukung oleh masyarakat yang jumlahnya sekitar 1.000 orang akan melakukan penyegelan terhadap tanah yang diduga dirampas oleh PT Bintaro Jaya.
“Ini tidak mengancam, tapi akan kita lakukan jika tidak ada keberpihakan dari pemerintah,” pungkas Poly.[Rilis/Herwn]